Sabtu, 20 Januari 2007

Menulis Surat Pembaca, Kok Dituntut

[Majalah Trust] - Konsumen yang menulis komplain lewat surat pembaca di media cetak biasanya ditanggapi dengan baik oleh produsen dengan membalas surat yang sama berikut pernyataan mohon maaf dan terima kasih. Namun demikian, akhir-akhir ini ada kecenderungan produsen yang tidak puas, juga melakukan gugatan ke pengadilan dengan berbagai argumentasi.

Tindakan kriminalisasi produsen terhadap konsumen yang menulis surat pembaca sangat disayangkan. Seharusnya produsen menggunakan mekanisme Hak Jawab dan atau Hak Koreksi—sesuai dengan UU Pokok Pers. Sepanjang produsen mempunyai data dan fakta yang cukup untuk membuktikan bahwa pemberitaan tersebut tidak benar, maka ia akan mampu memulihkan nama baiknya.

Bagi produsen, menggunakan mekanisme Hak Jawab dan Hak Koreksi merupakan hal yang fair, efektif, profesional, dan patut dihargai. Komunitas pembaca juga akan memberikan penghargaan yang tinggi atas kejujuran dan kesatriaan dalam menyelesaikan permasalahan secara fair dan profesional. Sehingga—meskipun punya uang—sebenarnya produsen tak perlu menghabiskan energi, waktu, dan biaya yang tidak perlu, dengan mengajukan penyelesaian permasalahan yang muncul akibat penulisan surat pembaca ke tempat lain.

Dalam perspektif marketing dan komunikasi bisnis, tindakan melakukan kriminalisasi terhadap penulis surat pembaca justru bisa kontra produktif. Selain menimbulkan kebencian dari para konsumen yang juga dirugikan, juga bisa menimbulkan bencana korporasi bila para penulis surat pembaca lainnya turut bersimpati merasakan “penganiayaan” yang dilakukan produsen. Bukan tak mungkin, media cetak mem-blow up persoalan ini, dan memancing penulis surat pembaca lainnya untuk melakukan solidaritas.

Rasanya, tidak mungkin penulis surat pembaca bisa menghancurkan produsen. Mereka menulis, umumnya karena merasa dizalimi atau dirugikan, baik secara material maupun non material. Paling maksimal tuntutannya adalah ganti rugi—garansi yang sebenarnya wajar diberikan oleh produsen kepada konsumennya.

Oleh sebab itu, para penulis surat pembaca pun tidak perlu kecil hati, sehingga ragu-ragu untuk menulis surat pembaca hanya karena takut digugat atau diadukan ke pengadilan. Sepanjang menulis berdasarkan realitas dan cita-cita untuk memperbaiki keadaan yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas, tentunya tidak masalah. Bahkan, ini juga berarti Anda berhati mulia karena turut melakukan pengawasan, kritik, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum—yang juga merupakan amanat pers.